Orasi Ilmiah Prof. Dr. Ketut Prasetyo, M.S.

Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh, Salam Sejahtera, Om Swastyastu Om, Namo Buddhaya, Salam
Kebajikan, dan Selamat pagi, yang saya hormati:
Yth. Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. H. Haris Supratno dan anggota,
Yth. Ketua Senat Akademik Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. H. Setya Yuwana, M.A., dan anggota,
Yth. Rektor Universitas Negeri Surabaya, Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes
Yth. Wakil Rektor Selingkung Unesa
Yth. Direktur, Dekan dan Ketua Lembaga, dan Kepala Badan Selingkung Unesa
Yth. Para Profesor Unesa
Yth. Wakil Dekan, Ketua Koordinator Program Studi/Ketua Laboratorium Selingkung Unesa
Yth. Kasubdit dan Kasi Selingkung Unesa
Yth. Sivitas Akademika Unesa
Yth. Hadirin tamu undangan yang berbahagia dan dirahmati oleh Allah SWT,
Puji
Syukur Alhamdulillah, mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah menganugerahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, sehingga kita bisa hadir pada acara hari ini dalam keadaan
sehat wal’afiat. Sungguh suatu penghormatan dan penghargaan yang sangat
besar bagi saya karena saya diberi kepercayaan untuk mempresentasikan
Orasi Ilmiah Berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Profesor saya dalam
Bidang Pendidikan Lingkungan Pada Program study Pendidikan
Geografi-Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya.
Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati, ijinkan saya menyampaikan
orasi ilmiah ini dengan judul Esensi Dan Peranan Pendidikan Lingkungan
Dalam Mitigasi Bencana Alam Serta Gagasan Pengembangannya.
Pengertian, Kontruks, dan Materi Pendidikan Lingkungan
Para hadirin yang kami muliakan
Menurut
Environmental Protection Agency, Amerika Serikat disebutkan bahwa
“Environmental education is a process that allows individuals to explore
environmental issues, engage in problem solving, and take action to
improve the environment. As a result, individuals develop a deeper
understanding of environmental issues and have the skills to make
informed and responsible decisions” (Pendidikan lingkungan adalah proses
yang memungkinkan individu untuk mengeksplorasi masalah lingkungan,
terlibat dalam pemecahan masalah, dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki lingkungan. Akibatnya, individu mengembangkan pemahaman yang
lebih dalam tentang masalah lingkungan dan memiliki keterampilan untuk
membuat keputusan yang terinformasi dan bertanggung jawab)
(Environmental Protection Agency, (EPA) United States ,
https://www.epa.gov/education/what-environmental-education Last updated
on July 28, 2022).
Esensi pendidikan lingkungan terdiri dari dimensi
subyek materi, dimensi obyek pendididikan, dan dimensi letak pelaksanaan
pendidikan lingkungan. Secara 3 dimensi esensi pendidikan lingkungan
disajikan di gambar 2 berikut.
Gambar 1. Kontruksi Pendidikan lingkungan
Pada
kontruks pendidikan lingkungan yang seperti gambar 1, Ketiga dimensi
tersebut saling mengkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Pada dimensi subyek materi terkandung ontologis dari
substansi pendidikan lingkungan. Pada dimensi obyek pendidikan sebagai
bagian epistimologi pendidikan lingkungan berisi tentang kurikulum,
model atau pendekatan pendidikan lingkungan, media/sumber belajar
pendidikan lingkungan, evaluasi yang dapat digunakan dalam pendidikan
lingkunga, sarana dan prasarana pendidikan lingkungan, serta berisi
tentang tenaga pendidi/guru/dosen/atau tutor dalam memberikan materi
pendidikan lingkungan. Kemudian, pada dimensi lokasi penerapan
pendidikan lingkungan maka hal ini mengandung makna aksiologis dimana
pendidikan lingkungan dapat diterapkan. Lokasi penerapan pendidikan
dapat dilakukan di sekolah dan atau di luar sekolah. Dengan demikian,
pelaksanaan pendidikan dapat diterapkan pada berbagai jenjang
pendidikan, Pendidikan lingkungan dapat diterapkan di luar sekolah
umpanya pendidikan di lembaga masyarakat atau di lingkungan keluarga.
Adapun materi-materi pendidikan lingkungan hidup meliputi :
1. Kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dan tantangan lingkungan
2. Pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan dan tantangan lingkungan
3. Sikap peduli lingkungan dan motivasi untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan
4. Keterampilan untuk mengidentifikasi dan membantu menyelesaikan tantangan lingkungan
5. Partisipasi dalam kegiatan yang mengarah pada penyelesaian tantangan lingkungan
Terdapatnya Interseksi substansi Materi Lingkungan pada Pendidikan Lingkungan-dan Pendidikan Geografi serta Pendidikan IPS
Para hadirin yang kami muliakan
Memperhatikan
perkembangan berbagai ilmu bahwa berbagai ilmu sekarang ini cenderung
sudah berkembang pada posisi transdispliner. Artinya posisi ilmu itu
sekarang ini akan dipandang dalam konteks pemanfaatannya. Apabila
ditinjauan dari sudut pandang pemanfaatan keilmuan antara Pendidikan
Geografi, Pendidikan IPS dan pendidikan lingkungan maka posisi ilmu
lingkungan terdapat di interseksktion ketiga kelimuan tersebut. Ke-tiga
study tersebut membahas materi study yang sama yaitu lingkungan.
Pada
program pendidikan Geografi yang tujuannya mencetak guru Geografi, maka
pada waktu membahas ciri pokok pendekatan Geografi dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan pendekatan ecological/kelingkungan.
Disebutkan oleh Hadi Sabari Yunus dalam sarasehan Forum Pimpinan
Pendidikantinggi Geografi 18-19 Januari 2008, di Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bahwa Fitrah Geografi dengan Tiga
Pendekatan Utama (Spacial, Ecological, dan Regional Complexs
Approuched). Kemudian, apabila mengacu pendapat Sarah L Holloway et.all
(2006) bahwa lingkungan menjadi kunci seseorang untuk mempelajari
Geografi. Selanjutnya dalam tulisan Noel Castree, David Demeritt And
Diana Liverman (2009) disebutkan bahwa setelah perang dunia ke dua,
secara spesik muncul bagian dari ilmu Geografi yaitu Environmental
Geography. Geografi lingkungan disebutkan sebagai disiplin ilmu ‘middle
ground” Bahkan dijelaskan pula di bagian pembahasannya oleh Danish
Mustafa bahwa lingkup bahasannya dalam Environment Geography termasuk
juga Natural Hazard (Bencana Alam).

Gambar 2. Environmental Geography sebagai disiplin ‘middle ground”
Sumber
: Noel Castree, David Demeritt And Diana Liverman. 2009. A Companion to
Environmental Geography. United Kingdom : A John Wiley & Sons Ltd,
Publication. Halaman
Selanjutnya, pada program Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial bahwa berdasarkan standart pendidikan nomor 21 tahun
2016 dicantumkan bahwa materi lingkungan menjadi salah satu scope
pendidikan ilmu pengetahuan social. Dengan demikian lingkungan dalam
PIPS dapat berfungsi sebagai platform untuk mengintegrasikan materi
ilmu-ilmu social. Secara diagramatis bentuk irisan atau interseksi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 3. Interseksi Materi Lingkungan pada Pendidikan lingkungan dan Pendidikan Geografi serta Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Dengan
demikian, secara substansial bahwa lingkunganmenjadi obyek dan berperan
penting dalam ketiga keilmuan tersebut yaitu Pendidikan Lingkungan,
Pendidikan Geografi, dan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Bagaimana kondisi Pendidikan Lingkungan baik di tingkat international, Nasional ataupun Lingkungan Unesa yang kita cintai ?
Bapak/ibu para hadirin yang saya muliakan.
Kondisi
pendidikan lingkungan mengalami dinamika sesuai perubahan kondisi
factor penyebab terjadi dan peristiwa yang mengiringinya.
Dinamika Pendidikan Lingkungan di Lingkup International
Keberadaan Pendidikan lingkungan di tingkat international sebetulnya telah lama berlangsung yaitu Tahun 1972, tepatnya tanggal 5-16 Juni 1972 waktu diadakan Konferensi PBB tentang lingkungan di Stockholm. Pada Konferensi tersebut dihadiri oleh wakil 110 negara yang mempunyai rasa keprihatinan terhadap degradasi lingkungan. Deklarasi Stockholm merupakan suatu legitimasi dasar penanganan hukum tentang penanganan lingkungan hidup bagi negara-negara yang berkumpul di Stockholm. Dalam Konferensi PBB di Stockholm disepakati beberapa hal, yaitu:
1.
Prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam mengelola lingkungan hidup
di masa depan melalui penerapan hukum lingkungan internasional;
2. Rencana aksi, yang mencakup perencanaan dalam hal pemukiman, pengelolaan
sumber daya alam, pengendalian pencemaran lingkungan, pendidikan serta
informasi mengenai lingkungan hidup;
3.
Dibentuknya United Nations Environment Program (UNEP), yaitu badan PBB
yang menangani program lingkungan da berpusat di Nairobi,Kenya, Afrika.
Kemudian,
pada tahun 1975, sebuah lokakarya internasional tentang Pendidikan
Lingkungan Hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan
tersebut dihasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai Pendidikan
Lingkungan Hidup yang dikenal sebagai “The Belgrade Charter-a Global
Framework for Environmental Education”. Secara ringkas tujuan pendidikan
lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Piagam Belgrade tersebut adalah
sebagai berikut.
1.
Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan di bidang
ekonomi,sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan.
2. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk
mendapatkan pengetahuan,keterampilan, sikap/perilaku, motivasi, dan
komitmen yang diperlukan untukbekerja secara individu dan kolektif untuk
menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya
masalah baru.
3. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru
bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan
hidup.
Kemudian tanggal 14-26
Oktober 1977 di Tbilisi, Geogia (USSR) diadakan Konferensi pertama
antarnegara tentang pendidikan lingkungan hidup yang diselenggarakan
oleh the United Nations Education Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) bekerja sama dengan UNEP. Pada konferensi tersebut dihasilkan
tentang Deklarasi Tbilisi yang berisi rekomendasi kerangka, prinsip, dan
pedoman bidang pendidikan lingkunganhidup di semua tingkatan baik
lokal, nasional, regional, dan internasional dan berlanjut untuk semua
kelompok umur baik di dalam maupun di luar sistem pendidikan formal.
Faktor Pendidikan Dalam Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan
Para hadirin yang kami muliakan
Paradigma
lingkungan yang lama memandang faktor ekonomi yang dianggap sebagai
penyebab turunnya kualitas lingkungan atau kerusakan lingkungan,
sehingga pada saat itu penurunan atau kerusakan lingkungan didekati
dengan menyelesaikan factor ekonomi saja. Pada saat itu memang dunia
lagi dilanda krisis ekonomi. Namun setelah selesainya krisis ekonomi,
nampaknya permasalahan lingkungan tetap dan cenderung meningkat. Dengan
demikian, beberapa ahli lingkungan mengevaluasi mencari factor lain yang
mempengaruhi terjadinya permasalahan lingkungan.
Pada tahun 2010
salah satu pakar lingkungan, Dulap Rieley E dan van Liere menyusun
Paradigma Baru lingkungan. Dalam paradigma baru lingkungan, dia
memandang penyebab kerusakan lingkungan bukan hanya karena factor
ekonomi semata, namun juga dianalisis factor social dan budaya termasuk
dalam hal ini factor pendidikan juga diperhatikan.
Secara diagramatis paradigma baru lingkungan disajikan dalam gambar 4 berikut.
Gambar 4. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan
Untuk
menjelaskan paradigma baru tersebut diberikan contoh terjadinya
perusakan atau penjarahan hutan. Dalam contoh kasus kerusakan hutan yang
dahulunya diasumsikan hanya disebabkan kondisi ekonomi masyarakat yang
tinggal ditepi hutan, kemudian karena desakan ekonomi maka akhirnya
mereka merambah hutan. Asumsi awal tersebut terbantahkan, tatkala telah
selesainya krisis ekonomi. Terjadinya kerusakan hutan yang disebabkan
bukan karena faktor ekonomi, semata namun karena adanya faktor lain
yaitu sosial dan budaya. Dalam paradigma baru pengelolaan lingkungan
ditambahkan dimensi social-cultural. Dalam dimensi sosial budaya
mengandung pula pendidikan yang dimiliki oleh setiap manusia. Kondisi
sosial dan budaya serta pendidikan tinggi diharapkan sejalan dengan
perilaku lebih ramah terhadap lingkungannya, bukan sebaliknya.
Asumsi
yang dibangun jika perambah hutan itu kondisi sosial-budaya dan
pendidikan rendah, maka kemampuan teknologi mereka untuk menebang kayu
di hutan hanya menggunakan alat sederhana dan hasilnya mungkin satu hari
hanya dapat beberapa pohon atau kurang dari 10 pohon/orang. Namun jika
perambah hutan tersebut kaya/bermodal besar, teknologinya tinggi,
pandai maka hasil menebang kayu di hutan dalam satu harinya dapat
berpuluh-puluh pohon.
Dinamika Pendidikan Lingkungan di Lingkup Nasional
Para hadirin yang saya muliakan
Setelah
kita mengetahui perkembangn pendidikan lingkungan di dunia, maka
bagaimana tentang perkembangan pendidikan lingkungan di Indonesia ?
Sejarah pendidikan lingkungan di Indonesia dimulai tahun 1975 dengan
penyelenggaraan PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup) di Indonesia yang
dilakukan pertama kali oleh Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP)
Jakarta, (UNJ sekarang). Tahun 1977/1978 rintisan Garis-garis Besar
Program Pengajaran Lingkungan Hidup diujicobakan di 15 Sekolah Dasar
Jakarta. Pada tahun 1979 di bawah koordinasi Kantor Menteri Negara
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Meneg PPLH) dibentuk Pusat
Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri (termasuk di
IKIP Surabaya/UNESA) dan swasta.
Perkembangan di tahun 1984 dengan
ditetapkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Departeman Pendidikan Nasional (Ditjen Dikdasmen Depdiknas) bahwa
penyampaian mata ajar tentang kependudukan dan lingkungan hidup secara
integratif dituangkan dalam kurikulum dengan memasukan materi
kependudukan dan LH ke dalam semua mata pelajaran pada tingkat menengah
umum dan kejuruan. Langkah ini tergolong maju, sebab pada saat itu
dirasakan terjadinya degradasi lingkungan di Indonesia telah terjadi
dimana-mana.
Tahun 1989/1990 hingga 2007, Ditjen Dikdasmen Depdiknas,
melalui Proyek Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
melaksanakan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Pada
tanggal 19 Februari 2004 Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
telah disepakati oleh 4 (empat) departemen yaitu Kementerian Negara
Lingkungan Hidup (KNLH), Departemen Pendidikan Nasional, Departemen
Agama dan Departemen Dalam Negeri.
Pada tahun 2006 Kementerian
Lingkungan Hidup mengembangkan program pendidikan lingkungan hidup pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah melalui Program ADIWIYATA. Program
ini dilaksanakan di 10 sekolah di Pulau Jawa sebagai sekolah model
dengan melibatkan perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang
Pendidikan Lingkungan Hidup. Program Sekolah Adiwiyata ini bersifat
sukarela. Artinya sekolah yang berkehendak dalam program sekolah
adiwiyata dipersilahkan, namun bagi sekolah yang tidak berkehendak maka
tidak dipaksakan untuk mengikuti.
Peranan Pendidikan Lingkungan Dalam Mitigasi Bencana Alam
Para hadirin yang kami hormati
Dalam
filsafat ilmu jika kita membincangkan peran suatu ilmu, maka kita
membincangkan aksiologis ilmu tersebut. Suatu ilmu pastinya mengandung
selain ontologis, epistimologis juga aksiologis. Dengan demikian,
terkait ilmu pendidikan lingkungan, maka untuk mengetahui
peran/aksiologis ilmu pendidikan lingkungan dapat pula diajukan
pertanyaan. “Mengapa pendidikan lingkungan itu sangat diperlukan? Apa
peranan Pendidikan Lingkungan?” Jawaban singkat yang mendasari
diperlukannya pendidikan lingkungan karena ALAM SEMESTA YANG KITA HUNI
SEKARANG INI sering terjadi bencana, kerusakan. Kesemuanya petaka atau
kerusakan lingkungan tersebut didominasi atau berasal dari sikap dan
perilaku manusia yang semakin tidak sustainable terhadap lingkungannya.
Oleh sebab itu pendidikan lingkungan diharapkan dapat menjadikan manusia
pandai dan bijaksana, bersikap ramah, dan terampil dalam menjaga
sustainableitas lingkungannya. Melalui pendidikan lingkungan, kita
berharap manusia yang bermental frontier sudah tidak ada di bumi ini.
Manusia yang tinggal adalah manusia yang bersikap sustainable
development.
Bencana banjir, bencana tanah longsor, intrusi air laut,
bencana kebakaran hutan yang sekarang sering terjadi adalah contoh
akibat perilaku manusia yang tidak ramah dengan lingkungannya.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional tahun 2022
diketahui bahwa bencana akibat dominasi ulah dan perilaku manusia atau
disebut bersifat antropocentris yaitu bahwa banjir menduduki peringkat
tertinggi kejadinnya yaitu 1.037 kejadian, cuaca ekstrem 842, tanah
longsor 465 kejadian, Kebakaran hutan 234, Gelombang pasang dan abrasi
21 dan kekeringan 4 kejadian.
Selain bencana alam akibat ulah dan
perilaku manusia, Indonesia mempunyai potensi bawaan mengalami bencana
alam akibat posisi geologis, astronomis dan geografis. Terjadinya
bencana seperti Gempa bumi, Tsunami, gunung Meletus dan bencana berbagai
jenis angin adalah konsekuensi Indonesia dengan posisi tersebut.
Menurut
catatan Badan Nasional Penaggulangan Bencana Indonesia bahwa data
peringkat terjadinya bencana apabila Indonesia dibandingkan negara
terdampak bencana alam adalah sebagai berikut
1.
Bencana alam tsunami; Dari 265 negara Indonesia peringkat pertama
dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya, Jepang (4.497.645 korban),
Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina
(894.848 korban).
2. Bencana alam tanah longsor; Dari 162 negara
Indonesia peringkat pertama dengan 197.372 orang terkena dampaknya,
India (180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704
korban), dan Ethiopia (64.470 korban)
3. Bencana alam gempa bumi.
Dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806
orang terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina
(12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068)
dan Taiwan masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban.
4.
Bencana alam banjir; Dari 162 negara Indonesia berada diurutan ke-6
dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya
berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India
(15.859.640), China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja
(1.765.674).
Bencana alam murni karena Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa seperti Gempa bumi, Tsunami dan Gunung Meletus yang terjadi di Indonesia sebetulnya dapat dihindari. Namun kenyataannya banyaknya korban manusia terjadi akibat manusia tidak menggunakan pengetahuan dan pengalaman dan ketrampilannya. Oleh sebab itu peranan pendidikan lingkungan untuk memberi bekal pengetahuan, sikap dan perilaku manusia Indonesia terus dibutuhkan.
Model-Model Pendidikan Lingkungan
Para hadirin yang saya muliakan
Mengacu pendapat A I Akhmetova1,5, O M Kolomiyets2,5, M R Arpentieva3,5 and M G Golubchikova4,5 (2020) bahwa pendidikan lingkungan adalah platform dalam pengelolaan lingkungan. Model-model yang dapat diterapkan antara lain : 1. Pemberian punish dan reward, 2. Pemberian Insentif dan dis-insentif, 3.Pemberian materi pendidikan, percontohan, dan pelatihan, 4. Pengajuan gugatan keterwakilan.
Model-pertama
yaitu penerapan pendidikan lingkungan melalui pemberian punish dan
reward adalah upaya pemberian punish (hukuman) pada mereka yang lalai
dalam mengelola lingkungan sesuai peraturan yang berlaku. Contoh
penerapan model ini adalah pelarangan buang sampah di sungai seperti
gambar berikut
Gambar 5. Contoh Papan Pelarangan Buang Sampah beserta Sangsi
Sumber : https://sda.pu.go.id/balai/bwssulawesi2. Diakses tanggal 12 Maret 2023
Berdasarkan
hasil observasi kami seperti gambar 7 di pantai Timur Surabaya,
nampaknya penegakan aturan dalam penguasaan lahan mangrove juga barang
yang tidak mudah.
Gambar 6. Papan Penguasaan Lahan di areal Mangrove Gununganyar
(Foto diambil tanggal 1 Januari 2021)
Berdasarkan
gambar 6 ditemukannya papan penguasaan lahan di areal Mangrove
Gununganyar, maka gambar ini sebagai bukti bahwa telah terjadi berebutan
penguasaan di lahan mangrove tersebut. Kondisi ini sebagai peringatan
bahwa terjadinya degradasi lingkungan bukan semata disebabkan oleh
kondisi ekonomi atau terjadi pada masyarakat yang kurang mampu dari segi
ekonomi namun telah terjadi perebutan lahan mangrove pada mereka yang
dihipotesiskan kemampuan ekonomi tinggi, dan pengetahuannya tinggi pula.
Oleh
sebab itu selain pelaksanaan penegakan aturan atau perundang-undangan
dalam pengelolaan ekosistem mangrove nasional yaitu sebagai berikut: 1)
UU No. 5 Tahun 1994, 2) Kepres No. 48 Tahun 1991, 3) Perpres No. 121
Tahun 2012, 4) Perpres No. 73 Tahun 2012, 5) Permen KP No. 24 Tahun
2013, 6) Permenko Perekonomian No. 4, maka melalui pendidikan lingkungan
diharapkan dapat menjadi triger atau pengungkit dalam mengembangkan
pengetahuan, merubah sikap dan perilaku manusia dalam mencapai kualitas
hidup yang dicita-citakan sesuai paradigma lingkungan yang baru. Nilai
pentingnya menjaga lingkungan mangrove dapat kita ketahui bahwa dalam
salah satu program Agenda para pemimpin G20 di Bali melakukan penanaman
mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura Ngurah Rai di Denpasar Bali.
Model-kedua
yaitu yaitu model insentif dan dis-insentif disebut juga pendekatan
ekonomi atau, bahwa siapa saja yang mengelola lingkungan hidup dengan
baik, maka mereka selayaknya diberikan insentif atau reward, namun bagi
mereka yang tidak berhasil mengelola lingkungan hidup dengan baik maka
mereka tidak diberikan reward atau insentif. Contoh implementasi model
pendidikan pengelolaan lingkungan hidup melalui pemberian insentif atau
reward adalah : Penerima Hadiah kalpataru, Program Green Campus, Program
Kalpataru, , Program Adipura, Program Surabaya Smarth City.
Program-program seperti dicontoh ini nampaknya perlu terus dipelihara
sustainableitasnya dan terus ditingkatkan kualitasnya.
Menurut Otto
Sumarwoto ( 2004) bahwa model pemberian reward disebut juga sebagai
model pendekatan economic, sedangkan model pemberian punish disebut juga
model atur dan awasi atau model penegakan hukum.
Model ke-tiga yaitu pendidikan lingkungan melalui pemberian materi pengetahuan, percontohan, dan pelatihan. Pada model ini dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah. Contoh model ini antara program program Sekolah Adiwiyata, pendidikan kader bencana, pelatihan penanaman mangrove
Model ke-empat yaitu melakukan clas action, atau pada prinsipnya masyarakat diajarkan didik untuk minta bantuan hukum mewakilkan kelompok. Mengacu UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan pula apabila masyarakat kecil tidak mampu melawan kelompok masyarakat yang kuat maka mereka berhak melakukan class action atau gugatan keterwakilan. Adapun yang dimaksud class action adalah hak dari kelompok masyarakat yang diwakilkan keapada orang lain untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan .Contoh pelaksanaan class acion ini pernah dilakukan olen masyarakat Porong untuk meminta ganti rugi atas pemilikan lahannya akibat bencana Lumpur Lapindo.
EVALUASI MODEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Para Hadirin yang kami muliakan
Berdasarkan
terdapatnya beberapa model-model pendidikan lingkungan yang telah di
uraikan maka dapat di evaluasi hasil dalam penerapannya. Pada penerapan
penegakan aturan atau hukum, dan pemberian insentif maka evaluasi hasil
yang nyata lebih cepat dilihat atau diperoleh apabila dibandingkan model
pendididikan lingkungan dengan memberi contoh, materi ataupun
pelatihan. Kondisi khusus pada permasalahan dalam upaya restorasi atau
perbaikan kondisi lingkungan yang telah rusak dan masyarakatnya susah
diatur maka model ini paling cocok apabila diterapkan peraturan dengan
tegas.
Namun penerapan pendidikan lingkungan pada masyarakat yang
sudah maju peradapannya dan budayanya telah tinggi, maka model
pendidikan lingkungan dengan memberi pengetahuan, pelatihan dan
percotohan lingkungan akan lama meresap dan sukar untuk hilang.
Berikut
ini salah satu contoh keberhasilan pendidikan lingkungan yang dapat
merubah dari manusia yang awalnya tidak ramah dengan lingkungan dan
cenderung mermusnakan habitat salah satu unsur lingkungan, namun
akhirnya akibat diberikan pendidikan lingkungan telah merubah sikap dan
perilakunya.
Kisah Zulkarnaen seorang nelayan di Bengkulu, sejak
kecil pekerjaannya berburu telur dan penyu di lingkungan tempat
tinggalnya untuk diperjual belikan. Namun setelah dewasa, lebih kurang
17 tahun akibat medapat pendidikan lingkungan yang berisi materi
perlunya memelihara penyu, maka telah merubah sikap dan perilaku
Zulkarnaen. Zulkarnaen merasa terbebani jika anak cucunya nanti tidak
mengetahui indahnya penyu di lingkungannya. Oleh sebab itu dengan
keberhasilan perubahan pikirannya, sekarang Zulkarnaen bukan sebagai
pemburu penyu, namun dia sekarang sebagai penangkar penyu, dan sekaligus
penjaga habitat lingkungan penyu itu hidup.
(https://www.mongabay.co.id/2019/02/16/langkah-pasti-zulkarnedi-melestarikan-penyu-di-bengkulu/).
Pada
rangkuman tentang model pendidikan lingkungan, maka apabila ada
pertanyaan, model pendidikan lingkungan yang mana yang paling baik ?
Maka jawaban singkatnya bahwa berkaitan obyek lingkungan bersifat multi
dimensi, maka pemilihan model pendidikan lingkungan dapat dilakukan
secara simultan dan terintegrasi diantara model-model yang ada.
PERANAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Para Hadirin yang kami muliakan
Mengacu
ranah pembelajaran menurut Bloom yang banyak digunakan di Indonesia,
nampaknya implementasi pencapaian ranah kognitif relative mudah kita
capai. Namun nampaknya pada mencapaian ranah afektif dan psikomotor
relative sulit pencapaianya. Berikut ini pengalaman kami yang
menunjukkan fenomena bahwa masyarakat sudah tahu dan mengerti tentang
kondisi lingkungannya yang pernah dilanda bencana dan sampai saat ini
lingkungannya tersebut tetap rentan terjadi bahaya bencana tsunami.
Namun pengalaman dan pengetahuan mereka belumlah cukup dapat atau
diikuti perubahan sikap dan perilakunya.
Pengalaman penelitian dan
Pengabdian masyarakat kami di Desa Baureno-Kecamatan Jatisari Kabupaten
Mojokerto dengan Bapak Bambang Harianto, Bu Rindawati dan Bu Dian tahun
2022 adalah contoh pertama-yang menjukkan sulitnya merubah sikap dan
perilaku manusia dalam mengimplentasikan pengetahuan mereka tentang
sikap dan perilakunya terhadap bencana banjir bandang. Nampaknya
pengalaman warga Desa Baureno tersebut di lingkungannya yang pernah
mengalami banjir bandang tahun 2017 namun pengalaman tersebut hanya
sebatas pengetahuan. Mereka tetap tinggal di lingkungannya yang pernah
dilanda bencana banjir bandang. Mereka tetap bermukim di lingkungan yang
telah mengalami banjir bandang. Cara mereka untuk tetap bertahan hidup
dilingkungannya dengan jalan meninggikan pondasi rumah.
Berdasarkan
hasil wawancara mendalam dengan warga yang pernah terlanda banjir
bandang diketahui bahwa mereka merasa aman apabila terjadi bencana
banjir bandang lagi. Selain mereka tidak peduli apakah akan ada banjir
bandang lagi apa tidak , ternyata mereka sebetulnya juga mengetahui
bahwa lokasi pemukimannya telah melanggar garis sepadan sungai. Pada
waktu itu kami mencoba menunjukkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015,(Kementrian PUPR 2015) yaitu
pemukimannya berada pada jarak kurang dari 3 meter dihitung garis
sepadan sungai. Mereka mengetahui bahwa pemukimannya itu juga melanggar
peraturan. Itulah kesulitan kita jika dalam memberikan pengetahuan
lingkungan berhadapan orang yang “nekat”.
Para hadirin yang kami muliakan
Contoh
implementasikan kedua ini juga menunjukkan betapa sulitnya merubah
sikap dan perilku manusia. Bahkan kenyataan/pengalaman bencana yang
telah dialami manusia belum tentu dapat pula merubah sikap dan perilaku
manusia.
Berdasarkan penelitian saya bersama Prof Warsono berikut
ini di Pantai Pancer- dan Pantai Lampon Pesanggrahan– Banyuwangi tahun
2000 tentang Strategi adaptasi lingkungan penduduk di pantai Selatan
Jawa Timur pasca bencana Tsunami tahun 1994 menunjukkan fakta bahwa
pengalaman dan pengetahuan tentang bencana yang dialami penduduk
ternyata belum dapat merubah sikap dan perilaku mereka untuk beradaptasi
mencari lingkungan yang lebih aman.
Bencana Tsunami tahun 1994 itu
telah mengakibatkan 377 orang meninggal dunia,15 orang hilang, 789
orang menderita luka-luka di Pantai Selatan Jawa Timur, tepatnya di
Pantai Lampon dan Pantai Pancer. Sementara itu terjadi kerusakan rumah
sebanyak 992, hilangnya perahu sebanyak 340 buah.
Mereka telah banyak
mendapat penyuluhan-pelatihan bahwa lingkungannya rentan rehadap
bencana tsunami, namun masyarakat di Pantai Pancer memilih kembali
bermukim di lingkungan yang dahulu menelan korban saudaranya di tahun
1994 itu.
Gambar 7. Sketsa dan Profil Melintang Pemukiman di Teluk Pancer
Bukti
belum adanya perubahan sikap dan perilaku tersebut dikuatkan hasil
wawancara dan observasi yang telah kami lakukan dengan Penduduk di
Pantai Pancer dan Pantai Lampon. Berdasarkan observasi dan wawancara
dengan penduduk, kami ketahui bahwa rumah yang dibangun pemerintah di
lokasi aman tsunami tidak mereka tempati atau huni, mereka sekarang
kembali lagi ke lokasi pinggir pantai yang pernah merenggut nyawa
saudaranya dari tsunami. Kemudian berdasarkan wawancara terstruktur
untuk memperoleh alasan jawaban mengapa mereka kembali di lingkungan
yang telah diketahui rentan tsunami ? Jawaban mereka mengatakan bahwa
rezeky, jodoh dan maut adalah kuasa Tuhan. Demikian itulah cerminan
bahwa pengetahuan tentang lingkungan telah diperoleh, namun untuk
merubah sikap dan perilakunya yang berdasarkan pengetahuannya bukanlah
barang yang mudah.
Kondisi pada Penduduk di Pantai Pancer sangat
kotradiksi dengan penduduk di Pantai Lampon-Pesanggrahan. Pada penduduk
di Pantai Lampon-Pesanggarahan yang sama-sama di lingkungannya pernah
mengalami bencana tsunami tahun 1994, dan sama-sama keluarganya menjadi
korban bencana tersebut. Namun pada penduduk di Pantai
Lampon-Pesanggrahan bahwa bencana tsunami telah menjadikan pengalaman
dan pengetahuannya dan sekaligus mereka telah bersikap dan berperilaku
mencari tempat hunian yang lebih aman dari bencana tsunami.

Gambar 8. Sketsa dan Pofil Melintang Pantai Lampon di Kecamatan Pesanggrahan
Kondisi
pada masyarakat di Teluk Lampon dan Masyarakat di Teluk Pancer dalam
meresponse kejadian Tsunami sebagai stressor lingkungan yang berbeda.
Penduduk Pantai Lampon trauma terhadap stressor “tsunami” yang mungkin
akan terjadi, namun pada masyarakat Teluk Pancer stressor “tsunami”
diresponse sebagai takdir Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebagai bukti
bahwa pengalaman kejadian yang dialami mestinya menjadi guru yang utama,
namun nampaknya walaupun pengalaman atau kejadian telah mereka alami
namun hal ini belumlah cukup untuk dapat merubah sikap dan perilakunya.
Keadaan
yang terjadi sebagai ciri masyarakat Pantai Selatan bahwa pengetahuan
dan pengalaman menghadapi bencana Tsunami pada masyarakat pantai Selatan
Jawa tidak menjadi bekal untuk mitigasi. Hal ini dikarenakan
terjadinya “distorsi pengetahuan dan pengalaman nyata yang pernah
dialami ” oleh adanya kepercayaan keberadaan penguasa laut Selatan.
Berdasarkan
hasil penelitian kami, selain di Pantai Pancer dan Pantai Lampon, maka
hasil penelitian kami tentang Mitigasi Tsunami dengan System Informasi
Geografis di Pantai Munjungan-Trenggalek dengan team Geografi Tahun 2017
dengan hasil kita buatkan peta jalur evakuasi dan daerah sebaran bahaya
Tsunami. Selain itu kami lakukan wawancara dengan masyarakat setempat
di Kawasan yang rentan Tsunami untuk mengetahu persepsi kejadian apabila
di daerahnya terjadi tsunami.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa masyarakat setempat mempunyai persepsi, mereka akan tetap aman
di lokasi pemukimannya apabila terjadi bencana tsunami. Sebab salah satu
persepsinya selain tsunami belum pernah terjadi di lingkungannya alasan
berikutnya karena merekan akan dilindungai oleh penguasa Laut Selatan
(Ketut Prasetyo & Wiwik Sri Utami, 2022 )
Dengan demikian dapat
kita identifikasi bahwa untuk merubah sikap dan perilaku dalam mitigasi
bencana pada lokus tertentu masih “ter-distorsi” adanya kepercayaan
masyarakat setempat. Oleh sebab itu jika terjadi bencana, tidak heran
di lokus sama apabila terjadi bencana dan akan terus memakan korban
jiwa, maka dalam relung pendidikan lingkungan adalah masyarakat baru
sebatas tahu, namun pengalamannya belum merubah sikap dan perilaku untuk
menghindar diri dari bencana.
“Tilly Smith” Yang Menginspirasi Pendidikan Lingkungan
Para hadirin yang kami muliakan
Sejalan
dengan peristiwa bencana tsunami dan posisi pendidikan lingkungan, maka
jika kita mengenang Tilly Smith, seorang anak kecil yang kala itu baru
berusia 10 tahun. Dia seorang pelajar klas IV setingkat SD di Inggris,
yang kala itu dapat menyelamatkan keluarganya dan ratusan pengunjung
dari bencana Tsunami di Pantai Maikhao, Phuker-Thailand, Bencana Tsunami
yang melanda Pantai Maikhao, Pheker-Thailand tersebut adalah imbas
kejadian tsunami di Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004.
Pada saat kejadian tsunami, Telly Smith yang sedang bermain di pantai,
dia mengenali tanda-tanda akan terjadinya tsunami. Telly Smith berteriak
memberi tahu kepada keluarganya dan orang-orang di lingkungan pantai
Maikhao bahwa akan terjadi tsunami. Himbauan dan teriakan Telly Smith
itulah yang menyelamat keluarga dan masyarakat di Pantai
Maikhao-Thailand
Memperhatikan pengetahuan Telly Smith tentang
kejadian bencana tsunami seperti itu, nampaknya apabila kita gali,
ternyata Telly Smith tidak pernah mengalami tsunami di negaranya. Namun
berkat pendidikan lingkungan di sekolahnya, maka pengetahuan Telly
Smith tentang tsunami bermanfaat untuk orang banyak.
Berdasarkan
sejarah kejadiannya bencana Tsumani di Inggris diketahui bahwa pertama
kali terjadi pada 100 tahun yang lalu. Inggris terkena dampak Tsunami
yang bersumber di Jepang (History Of Tsunami: The Word And The Wave.
https://www.wrvo.org › history-of-tsunami-the-word-an),

Gambar
9. Tilly Smith (10 tahun), akibat Pelajaran Geografi dia dapat
menyelamatkan keluarga dan ratusan wisatawan di Pantai
Makhao-Puker-Thailand dari Bencana Tsunami
(Sumber :
https://www.lovethispic.com/image/206453/10-year-old-tilly-smith-saved-her-family-and-100-other-tourists,
diakses, 10 Nopember 2022)
Pada saat siaran press wawancara
wartawan dengan Tilly Smith, maka kejadian sungguh mengharukan. Pada
saat ditanya wartawan tentang berasal dari mana Tilly mengetahui ada
tanda gejala akan terjadi tsunami di lingkungan Pantai Maikhao,
Pheker-Thailand ? Tilly menjawab bahwa pengetahuan dia tentang adanya
tanda tsunami, dia peroleh dari Sang guru Geografi “Andrew Kearney”
Menurut unbelieve-fact, Tilly menerima pelajaran Geografi di sekolahnya
Oxhott, Surrey, Inggris dan melihat air surut dari pantai dan gelembung
buih di laut. Dia mengenali hal tersebut sebagai tanda-tanda tsunami
dan dengan tanda alam seperti yang pernah diajarkan disekolah, kemudian
Tilly segera memberi tahu orang tuanya serta pengunjung pantai,
begitupun juga staf hotel tempat mereka menginap.
Makna yang sangat
dalam bahwa berkat pengetahuan Tilly Smith yang dia peroleh di sekolah,
kemudian dia terapkan pada saat kejadian terjadi bencana tsunami, maka
terselamatkanlah jiwa keluarga dan ratusan wisatawan yang berada di
pantai tersebut. Karena sungguh impressive peristiwa kasus Tilly Smith
tersebut sampai pada saat penganugerahan tanda jasa sebagai “Angel of
Beached” di tempat lain secara khusus Presiden Amerika, Bill Clinton
mengatakan "Tilly’s story tells us about the importance of teaching
young people about natural hazards” Clinton berkata. "All children
should be taught disaster reduction so they know what to do when natural
hazards strike. Tilly’s story is a simple reminder that education can
make a difference between life and death" Cllinton menambahkan.Pada saat
siaran press wawancara wartawan dengan Tilly Smith, maka kejadian
sungguh mengharukan. Pada saat ditanya wartawan tentang berasal dari
mana Tilly mengetahui ada tanda gejala akan terjadi tsunami di
lingkungan Pantai Maikhao, Pheker-Thailand ? Tilly menjawab bahwa
pengetahuan dia tentang adanya tanda tsunami, dia peroleh dari Sang guru
Geografi “Andrew Kearney” Menurut unbelieve-fact, Tilly menerima
pelajaran Geografi di sekolahnya Oxhott, Surrey, Inggris dan melihat air
surut dari pantai dan gelembung buih di laut. Dia mengenali hal
tersebut sebagai tanda-tanda tsunami dan dengan tanda alam seperti yang
pernah diajarkan disekolah, kemudian Tilly segera memberi tahu orang
tuanya serta pengunjung pantai, begitupun juga staf hotel tempat mereka
menginap.
Makna yang sangat dalam bahwa berkat pengetahuan Tilly
Smith yang dia peroleh di sekolah, kemudian dia terapkan pada saat
kejadian terjadi bencana tsunami, maka terselamatkanlah jiwa keluarga
dan ratusan wisatawan yang berada di pantai tersebut. Karena sungguh
impressive peristiwa kasus Tilly Smith tersebut sampai pada saat
penganugerahan tanda jasa sebagai “Angel of Beached” di tempat lain
secara khusus Presiden Amerika, Bill Clinton mengatakan "Tilly’s story
tells us about the importance of teaching young people about natural
hazards” Clinton berkata. "All children should be taught disaster
reduction so they know what to do when natural hazards strike. Tilly’s
story is a simple reminder that education can make a difference between
life and death" Cllinton menambahkan.
Terinspirasi hasil pendidikan
yang membekas pada diri siswa dan ternyata bermanfaat dalam pengalaman
nyata siswa, seperti fakta yang dialami Tilly Smith, maka di tahun 2019
kami mengadakan eksperiment pendidikan lingkungan dengan menggunakan
cara pembelajaran simulasi pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN)-1 di Pacet-Kabupaten Mojokerto. Pada penelitian tersebut selain
terdapat dosen sebagai teman sejawat, kami juga melibatkan mahasiswa
program S-1 Pendidikan Geografi dan S-2 Pendidikan Geografi-Universitas
Negeri Surabaya.
Sebagai dasar pemilihan lokasi eksperiment karena
dilatar belakangi bahwa lingkungan Pacet tahun 2009 pernah mengalami
longsor lahan dan menelan korban jiwa 15 orang. Kemudian, berdasarkan
hasil observasi awal sebelum eksperiment kami lakukan di sekolah,
diinformasikan oleh Kepala sekolah bahwa tanggal 17 April 2019 sekolah
tersebut telah mengalami banjir bandang dan longsor lahan yang
menyebabkan tembok pagar sekolah roboh dan beberapa ruang kelas yang
berada dibawah kebanjiran.
Hasil penelitian yang kami peroleh dari
penelitian tersebut yaitu terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap
kesiapan siswa dalam materi mitigasi bencana longsor sebelum dan setelah
dilakukan simulasi. Kemudian tambahan hasil yang menggembirakan dari
pendidikan lingkungan dengan cara simulasi ini adalah terdapat tambahan
peserta simulasi. Jika pada awal rancangan kegiatan pesertanya adalah
siswa SMAN-1 Pacet, namun pada saat pelaksanaan simulasi terdapat
tambahan peserta yaitu guru dan tenaga kerja lapangan sekolah. Hasil ini
sangat menggembirakan, sehingga harapannya hasil simulasi mitigasi
bencana yang dilakukan di sekolah dapat didesiminasikan lebih
meluas.(Ketut Prasetyo dkk, 2019).
PERANAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN DALAM MITIGASI BENCANA
Para hadirin yang kami muliakan
Berdasarkan
esensi pendidikan lingkungan dan karakteristik penduduk Indonesia serta
banyaknya bencana yang setiap saat mengancam di wilayah Indonesia, maka
kondisi ini mempertegas bahwa betapa pentingnya pendidikan lingkungan
dalam memitigasi bencana. Menurut Badan Penaggulan Bencana Nasional
diketahui bahwa tahapan mitigasi bencana dibagi dalam tahapan 1. sebelum
terjadi, 2. ketika terjadi bencana, dan 3. setelah terjadi bencana.
Pada
tahapan 1. sebelum bencana, maka kegiatan yang dilakukan meliputi
pembekalan pengetahuan untuk mempelajari penyebab bencana, sedangkan
pada tahapan 2 yaitu saat terjadi bencana bentuk-bentuk kegiatan yang
dapat dilakukan antara lain evakuasi, pengamanan bencana dan kegiatan
sejenis untuk menghindari terjadi korban, kemudian akhirnya pada tahap 3
yaitu kegaiatan pasaca bencana, kita dapat melakukan kegiatan antara
lain pemulihan dan rehabilitasi akibat terjadi bencana. (BNPB, 2017.
Buku Saku Tanggap, Tangkas, Tangguh Menghadapi bencana. Jakarta : Badan
Nasional Penanggulangan Bencana ).
Peranan Pendidikan Lingkungan
dalam ke-tiga tahapan mitigasi bencana sungguh sangat diperlukan.
Melalui cara atau pemberian pengetahuan atau sosialisasi atau bekal awal
tentang potensi bencana di pelbagai lingkungan yang rentan bencana,
pemberian pelatihan atau simulasi penanggulangan bencana dan
pelatihan/simulasi evakuasi bencana, model peragaan langsung ,
percontohan (demplot), serta pelatihan melakukan pendidikan rehabilitasi
pasca terjadi bencana adalah bentuk-bentuk aktifitas pendidikan
lingkungan yang diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya korban
yang lebih banyak.
Para hadirin yang kami muliakan
Belajar
dari bencana Pandemi Covid-19 yang telah berlalu, maka telah pula
banyak pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku kita untuk diharuskan
beradaptasi dengan kehidupan baru. Kebiasaan mencuci tangan, menggunakan
masker dan menjaga jarak dalam menerapkan protokol Kesehatan telah
menjadi kebiasaan kita. Kita tidak akan dapat melupakan di lingkungan
kampus kita telah banyak teman sejawat yang mendahului menghadap Alllah
SWT. Marilah kita sejenak berdoa untuk sejawat, dan civitas Unesa yang
telah wafat akibat Covid-19 , semoga allah SWT menerima semua amal
baiknya.
Belajar dari bencana pandemic selain memberikan dampak
negative, nampaknya juga terdapat pula dampat positif. Menurut sumber
liputan 6, disebutkan bahwa akibat Covid-19 bahwa polusi udara di
beberapa kota di dunia menurun. Contoh, di New York (AS) sejak
diterapkan peraturan Lockdown Maret 2020 kadar Karbon Monoksida (CO2)
terutama dari mobil berkurang 50 % dibanding tahun 2019, kemudian Kota
Roma (Italia) sejak diterapkan Lockdown di Bulan Maret 2020 terjadi
penurunan konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) 26-35 % disbanding tahun
2019, serta kondisi kota Jakarta pada Maret 2020 terjadi penurunan
Partikel debu halus diuara selama penerapan Workfrom home.
Pada
lingkungan kampus, dampak positif akibat bencana lingkungan pandemic
covid-19 kita dipaksa dapat menggunakan teknologi informasi baik untuk
akademik maupun pelayanan non-akademik. Bhakan fenomena yang menarik
untuk kajian kita bersama bahwa terdapat perilaku mahasiswa yang
dahulunya tidak nyaman dengan perkuliahan daring, namun setelah
diberlakukan kebijakan perkuliahan tatatp muka , mahasiswa memilih tetap
dengan system daring seperti disaat terjadi Pandemi Covid-19.
GAGASAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN
Para hadirin yang kami muliakan
Mengingat
pendidikan lingkungan hidup adalah suatu upaya untuk mengubah sikap dan
perilaku dan menjadi media yang sangat efektif dalam meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, etika, dan budi pekerti masyarakat terhadap
lingkungan hidup, maka pendidikan lingkungan hidup diharapkan menjadi
skala prioritas kebijakan pemerintah dan perlu dikampanyekan secara
kontinyu, efektif dan optimal. Hal ini dimaksudkan agar seluruh lapisan
masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengakses informasi dan
belajar mengetahui makna serta manfaat lingkungan hidup dan akhirnya
memiliki kesadaran untuk turut menjaga dan menyelamatkan lingkungan
hidup dari bencana.
Cita-cita seluruh umat manusia didunia untuk
menghasilkan gegerasi yang bermental sustainable, maka gagasan pemikiran
pengembangan pendidikan lingkungan dapat diuraikan berdasarkan
cara/methode atau pendekatan berbasis perkembangan kelompok umur .
Pada
kelompok umur anak-anak cara penyampaian pendidikan lingkungan dengan
membiasakan dan atau memberikan contoh dinilai lebih efektif. Sebab cara
tersebut lebih sesuai dengan perkembangan psikologinya. Kemudian pada
anak remaja, cara atau model pendidikan lingkungan dengan melalui
simulasi dan atau pembelajaran kontektual akan lebih sesuai. Kemudian
pada kelompok Dewasa, khususnya pada kempok yang mengenyam pendidikan
formal, maka pendidikan lingkungan dengan melalui reserhed base learning
dinilai akan mendukung kearah dunia ini yang sustainable. Dengan
demikian pada kelompok anak dan remaja model integrasi dengan materi
lain dinilai lebih efektif, sedangkan pada kelompok dewasa model
monolitik telah dapat diterapkan.
Contoh implentasi pengembangan
pendidikan lingkungan tentang perubahan iklim diharapkan akan lebih
memjelas gagasan. Pada kasus permasalahan perubahan iklim yang
disebabkan adanya pemanasan global, maka upaya pendidikan lingkungan
yang dapat dilakukan misalnya : 1. Pada kelompok anak-anak di berikan
contoh atau diajak bertanam pohon, sebab menanam pohon adalah sebagaian
upaya pengurangan pemanasan . Kemudian pada kelompok remaja, untuk
menaggulangi pemanasan global diberikan simulasi cara-cara mencegah
pemanasan global, kemudian pada kempok dewasa di dalam melihat perubahan
iklim diajak melakukan “reserahed” sederahana tentang perubahan
lingkungan akibat perubahan iklim atau pemanasan global. Penelitian
sederhana ini dapat dilakukan melalui observasi dan atau analisis data
skundair akibat perubahan global. Contoh adanya perubahan muka air laut,
perubahan penggunaan lahan.
Pemerintah dalam hal ini Kementrian
Negara Lingkungan Hidup yang sekarang menjadi Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan adalah sebagai salah satu “stake holder dan shareholder”
dalam membuat kebijakan pendidikan lingkungan hidup. Kebijakan umum yang
dibuat yaitu : 1. mengoptimalisasikan kelembagaan pendidikan
lingkungan. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia
pendidikan lingkungan, 3. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan
lingkungan lingkungan, 4. Berkomitmen dalam pengalokasian dan
pemanfaatan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan
efektif, 5. Penyiapan secara matang materi pendidikan lingkungan hidup
yang berwawsan pembangunan yang berkelanjutan, komprtehenship dan
aplikatif. 6 Peningkatan pemberian informasi yang berkualitasdan mudah
diakses. 7 Meningkatkan peranserta masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pendidikan lingkungan , dan 8. Pengembangan methoda pendidikan
lingkungan hidup berbasis kompetensi. Hal tersebut sesuai Kebijakan
Pendidikan Lingkungan yang telah diagendakan KLHK (Kementrian Negara
Lingkungan Hidup. 2004. Kebijakan Pendidikan Lingkungan hidup. Jakarta :
Deputy Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan dan Kelembagaan
)
Memang bukan sesuatu yang mudah untuk melakukan nilai-nilai
pendidikan lingkungan di masyarakat kita, namun kapan lagi jika bukan
sekarang kita mulai, dan siapa lagi jika bukan kita yang memulai.
Langkah kecil, kita perlukan untuk memulai langkah yang jauh.
Degradasi
lingkungan dan bencana akibat olah manusia semakin hari semakin banyak
terjadi. Oleh sebab itu untuk mereduksi terjadinya bencana maka cara
berfikir kita hendaknya mengacu Daniel D Chiras (1988) “ thing globally
act locally” . Mari kita kikis dan hilangkan mental frontier dan kita
bangun mental yang sustainable. Model-model pendidikan lingkungan yang
kontektual nampaknya sangat diperlukan. Model pemberian materi
lingkungan secara terpadu pada berbagai materi pelajaran, nampaknya
dinilai akan mempercepat desiminasi pengetahuan kita yang pada ujungnya
dapat mepercepat pula memberi bekal sikap dan berperilaku dalam
mereduksi bencana.
Memperkuat pernyataan diatas, menurut Suryani
(2002) bahwa dalam pendidikan lingkunagn hidup perlu dikembangkan
cara-cara sederhana agar dapat diperagakan. Cara-cara sederhana tersebut
misalnya dalam penghematan air minum-makanan-penggunaan kertas,
pengembangan peralatan sederhana untuk menangani limbah, serta mengacu
pada permasalahan yang relevan dengan lingkungan yang ada disekitar
kita baik itu lingkunagn urban, rural, hutan, industry, taman, kampus,
kantor.
PENUTUP
Para Hadirin yang kami hormati
Memperhatian
esensi pendidikan lingkungan, maka secara garis besar dapat kami
pertegas bahwa pemberian pengetahuan lingkungan relative lebih mudah
apabila dibandingkan mendidik untuk merubah sikap atau lebih-lebih
perilaku yang ramah lingkungan.
Contoh kasus yang kami uraikan
hendaknya dapat mengispirasi pengembangan pendidikan lingkungan pada
khususnya, dan pendidikan pada umumnya. Pendidikan yang implementatif
seperti Kasus pembelajaran di Inggris terhadap Telly, semoga mendorong
terwujudnya pendidikan lingkungan yang lagi pasang-surutnya kurikulum di
negeri kita.
Berkaitan Indonesia sebagai supermarketnya bencana,
khususnya sumberbencana yang muncul saat ini akibat antroposntis maka
pendidikan lingkungan sebagai alternatif secara implentatif untuk
mengurangi resiko korban akibat bencana sangat diperlukan pada pelbagai
jenjang pendidikan dan umur.
Akhirnya, pada kesempatan ini
perkenankalah kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya Kepada Yth
Bapak Rektor, Ketua Senat dan Para Anggota senat serta para Guru Besar
Unesa, Wakil Rektor, Para Dekan khususnya Dekan FISH beserta para Wakil
Dekan sertta Bu Kajur Pendidikan Geografi yang telah memberi kesempatan
kami untuk mengajukan kenaikan pangkat. Kemudian Kepada Bapak Prof
Slamet Setiawan, dan Bapak Dr. Wisnu selaku KetuaSenat FISH serta tidak
lupa sahabat setia kami Prof Dr. Warsono dan Prof Dr Ali Haidar MA,
Prof Dr Sarmini MHum, Prof Dr Budi Jatmiko, serta Prof Dr Matladzim yang
telah lama memberikan dorongan semangat dalam mengajukan usulan
kenaikan pangkat kami.
Perekenankanlah pula kami mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada bapak/ibu guru kami dari TK sampai
sekolah menengah atas di Kertosono. Kemudian terima kasih pula atas
bimbinganya kepada Yth Bapak Dr. Mas Sukoco. MSc, selaku pembimbing
Skripsi saya di Jurusan Kartografi-Fakultas Geografi-UGM, dan YTH Prof R
Bintarto dan Prof Basuki Sudihardjo selaku pembimbing tesis saya di
Program Penginderaan Jauh (Remotesensing)-Pascasarjana UGM, serta kepada
Yth Prof Dr Lysna Lubis dan Prof Dr Nana Sudjana sebagai Promotor dan
Co-Promotor kami di Program Study PKLH-UNJ, serta terimakasih Kepada Yth
Prof Dr I Made Putrawan sebagai Direktur PPs UNJ, Prof Sudharto P Hadi,
Dr Hasbalah M Saad, Prof Dr M Soerjani selaku Dosen kami di PPs UNJ.
Karena pemberian Ilmu dari Guru/Dosen kami semua itulah saya dapat
berdiri di forum terhormat ini
Kemudian secara khusus saya
mengucapkan terima kasih Kepada Istri tercinta saya Drg. Umi Fauzia,
serta kedua anakku tercinta Indera Cahya Pradana yang sekarang sedang
menyelesaikan studynya di Warsawa Technologia University-Polandia dan
Kurniawan Dwi Pradipta yang selalu menemaniku disetiap malamku untuk
menulis di Jurnal. Ketiga insan ini sungguh luar biasa telah mendorong
dengan doa dan memberi semangat saya untuk mencapai tujuan kita bersama.
Kemudian tidak lupa kami ucapkan terima kasih pula atas doanya dari
adik-adik dan keponakanku tercinta : Niken Pratiwi sklg, Binot Prawito
sklg, Dyah Prasetyaningtyas sklg, Taufiq Kukuh Prakoso sklg dan Asih
Farmi sekeluarga. serta kepada keponakanku Niluh dan Mas Husni (yang
sedang Study lanjut di Jepang), Denok, Naufal, Naula, Aflah, Haiqal,
Finda, Prima, Icha, Azra, Abel, Naela,dan Danis, kamulah yang
menyemangati dan mendoakan yang terbaik untukku. Semoga Allah membalas
barokah yang lebih untuk kalian semua. Aamiin.
Kemudian tidaklupa
kami panjatkan doa kepada Allah SWT untuk Alm Bapak dan Ibu tercintaku,
serta Alm Bapak dan Ibu mertuaku tercinta, serta alm adik-adik yang
telah mendahulu menghadap Allah SWT, Tidak lupa kami panjatkan doa untuk
Alm Prof Kardono Darmoyuwono dan ibu yang telah membimbing dan saya
“ngengeri” sewaktu kuliah di Yogyakarta dan Jakarta. Alm Prof Bambang
Subali Wihono sklg yang telah membimbing dan mengasuh saya memahami
dunia pendidikan tinggi khususnya di IKIP Surabaya dan Unesa sekarang.
Kemudian Alm Bapak Dr. Sudarmo sklg yang telah pula membimbing saya di
IKIP Surabaya. Semoga beliau diberikan Syurganya Allah SWT yang abadi.
Kemudian,
tidak lupa kepada klg Besar Bani Kyai Khasan Mustofa, Bani H Dachlan,
Bani Sopingi, Bani Dullah, Klg Besar Eyang Suparman dan Eyang
Wongsodwijo, terima kasih Atas doa terbaik untuk kami.
Rasa terima
kasih yang tak terhingga kami sampaikan pula kepada bapak/ibu tenaga
pendidikan di tingkat Universitas antara Lain Bapak Drs Sulton MM
beserta staffnya termasuk Mas Ali Alm semoga Allah SWT menerima amal
baiknya, Terima kasih pula kepada Bapak Drs Yuda beserta staff di FISH.
Terima
kasih pula atas dorongan, motivasi dan doa kepada saya, untuk
sahabat-sahabat saya Bu Yuni, Pak Tri, Prof Jojok, Pak Arief Bukqini,
Pak Sodiq, Pak Heru, Pak Tamzil, Pak Prof Tatag, Ibu Prof Titi Winanti,
Pak Prof Anang, Bu Ratih, Mas Rudy, Mbak Sariri, Mas Nursalim FISH,.
Semoga
dorongan, motivasi, doa, bantuan baik moril maupun materiil sertai lmu
yang pernah kami peroleh dari bapak/ibu/sahabat sahabat kami semua,
mendapat imbalan yang berlebih dari Allah SWT. Semoga Allah SWT,
melimpahkan rahmat dan perlindungan-Nya bagi segenap Civitas Akademika
UNESA dan hadirin yang hadir dalam orasi ilmiah ini.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin. Wabilahitaufiq Wal Hidayah Wal Ridho wal Inayah Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 2017. Buku Saku Tanggap, Tangkas, Tangguh Menghadapi Bencana. Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Daniel D Chiras. 1988. Environmental Sience. Frame Work for Decision Making. University Of Colorado, Denver, The Benyamin/Cummings Publishing Company, INC
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta : Deputy Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Kebijakan dan Kelembagaan
Kementrian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat (PUPR). 2015. Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015.Tentang Tataruang Sepadan
Noel Castree, David Demeritt And Diana Liverman. 2009. A Companion to Environmental Geography. United Kingdom : A John Wiley & Sons Ltd, Publication
Otto Sumarwoto. 2009. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkunga. Yogyakarta :Gadjah Mada Press. ISBN: 979-420-479-X.
Sarah L Holloway, Stepen P Rice, and Gill Valentine. 2006. Key Concepts in Geography.London :SAGE Publication
Suryani. 2002. Ekologi Manusia. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Jurnal
Herda Sabriyah Dara Kospa. 2021. Kajian Pendidikan Lingkungan Hidup Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tekno Global Volume 10 No.01 Juli 2021. ISSN Print: 2502-8626
ISSN Online: 2549-4074
Jia, Huicong, Fang Chen, and Enyu Du. 2021. Adaptation to Disaster Risk—An Overview. International Journal of Environmental Research and Public Health 18(21).
Ketut Prasetyo. 2021. The Detection of Environmental Degradation Cause in Mangroves Area: Case in the Surabaya Coast. Journal of Hunan University. Natural Sciences. Vol. 48. No. 3. Mar. 2021. https://scholar.google.com
Ketut Prasetyo, Rindawati, Dian Ayu Larasati, Bambang Hariyanto.2022. Community Adaptation Strategy To Flood Disaster In Baureno Village, Jatirejo District, Mojokerto Regency. Social, Humanities, And Education Studies (Shes): Conference Series . P-ISSN 2620-9284. E-ISSN 2620-9292.Https://Jurnal.UNS.Ac.Id/Shes
Ketut Prasetyo & Wiwik Sri Utami.2022.Mitigation Of The Adverse Impact Of Tsunami Hazards Assisted By Geographic Information System:Study In Munjungan Coastal-Trenggalek–Indonesia. Journal of Tsunami Society International:Volume 41, Number 2, Page 148-159 (2022) ISSN 8755-6839
Laporan Hasil Penelitian
Ketut Prasetyo, Warsono. 2000. Strategi Adaptasi Lingkungan Penduduk Di Pantai Selatan Jawa Timur Pasca Bencana Tsunami : Laporan Penelitian Dasar . Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Surabaya
Ketut Prasetyo, Nugroho Hadi Purnomo, dan Dian Ayu Larasati.2019. Pengurangan Resiko Bencana Longsor Lahan Melalui Simulasi Mitigasi Bencana Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Di Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto-Jawa Timur. Laporan Penelitian: LPPM-Universitas Negeri Surabaya
Artikel
A I Akhmetova, O M Kolomiyets, M R Arpentieva and M G Golubchikova.. 2020. Environmental Education and Management: Exclusive, Inclusive, and Indigenous Doctrines. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Volume 459,
Hoffmann, Roman, and Daniela Blecha. 2020. Education and Disaster Vulnerability in Southeast Asia: Evidence and Policy Implications. Sustainability (Switzerland) 12(4): 1–17.:10.1088/1755-1315/459/5/052086
Riley E. Dunlap, Kent D Van Liere. 2010. The New Environmental Paradigm. Published online : 07 Aug 2010. https://doi.org/10.3200/JOEE.40.1.19-28
Sri Andriani Sidin, 2021. The Application of Reward and Punishment in Teaching Adolescents. Proceedings of the Ninth International Conference on Language and Arts (ICLA 2020). doi.org.10.2991.assedr.k.210325.045
Internet
Anonim.2000. Tilly Smith: In Disasters, Lessons Save Lives. https://www.lovethispic.com/image/206453/10-year-old-tilly-smith-saved-her-family-and-100-other-tourists, diakses, 10 Nopember 2022.
Anonim. 2008. History Of Tsunami: The Word And The Wave. https://www.wrvo.org › history-of-tsunami-the-word-an.
Environmental Protection Agency, (EPA) United States.2022. What is Environmental Education. https://www.epa.gov/education/what-environmental-education Last updated on July 28, 2022.
Share It On: